Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) kini melirik potensi kawasan hutan sebagai sumber baru untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Fokus perhatian tertuju pada Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan yang mencakup wilayah di empat kabupaten diantaramya Langkat, Karo, Deliserdang, dan Simalungun.
Hal tersebut mengemuka dalam rapat evaluasi pengelolaan retribusi daerah yang dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur Sumut, Surya, yang digelar di Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumut, Rabu (9/7/20250. Rapat tersebut tidak hanya membahas soal capaian pendapatan, tetapi juga strategi lintas sektor dengan melibatkan berbagai organisasi perangkat daerah (OPD).
“Evaluasi retribusi tak boleh berhenti pada angka pendapatan saja. Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menangani dan sistem pendukungnya juga perlu diperkuat. Kita tak bisa bekerja secara terpisah-pisah. Kolaborasi adalah fondasi untuk meningkatkan retribusi,” ujar Surya menekankan.
Surya menambahkan bahwa sinergi antar-OPD mutlak diperlukan. Menurutnya, sistem penarikan retribusi yang efektif tak mungkin tercipta jika masing-masing instansi berjalan sendiri.

Wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Surya memimpin Rapat Evaluasi Retribusi Pengelolaan Retribusi Daerah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumut di Kantor DLHK Sumut, Jalan Sisingamangaraja Nomor 14, Medan, Rabu (9/7)/Istimewa
Dari aspek teknis, DLHK Sumut menyoroti potensi Tahura Bukit Barisan dalam menghasilkan retribusi dari kegiatan jasa usaha, ekowisata, hingga pemanfaatan sumber daya air. Kepala DLHK Sumut, Yuliani Siregar, mencontohkan kerja sama dengan PT Tirta Sibayakindo (Aqua) yang selama ini tercatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Namun, dengan diberlakukannya PP Nomor 36, ada kebijakan baru yang memungkinkan penerimaan dari sektor ini langsung disalurkan sebagai PAD untuk provinsi,” jelas Yuliani.
Meskipun potensi terbuka lebar, Yuliani menekankan pentingnya kejelasan regulasi. Ia menyatakan bahwa kehadiran Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar hukum sangat diperlukan agar pemungutan retribusi tidak hanya sah, tetapi juga dapat dipertanggungjawabkan secara administratif.
“Jika pemungutan dilakukan tanpa dasar hukum yang kuat, maka retribusi tersebut berisiko dinyatakan tidak sah dan bisa menimbulkan persoalan hukum,” pungkasnya.