Seminar Kocak: “Tren Literasi di Era Digital”

Sebuah perusahaan penerbit buku bernama Cahaya Ilmu Terbit Terus berencana mengadakan seminar keren berjudul “Tren Literasi di Era Digital”. Panitianya dibagi jadi tiga tim. Sari ditugaskan bikin rundown acara, Dara ngurus tempat dan dekorasi, sedangkan Nia bertugas promosi. Semua terlihat profesional… di grup WhatsApp.

Awalnya, masing-masing kerja kayak pemain sinetron beda judul. Sari nyusun rundown sendirian di kamarnya sambil nonton drama Korea—jadi jangan heran kalau di rundown ada jeda “15 menit nangis haru” sebelum sesi tanya jawab. Dara mendekorasi ruangan dengan konsep campuran antara kafe kekinian dan acara tujuhbelasan, lengkap dengan bendera merah putih dan balon gas (yang entah kenapa berbunyi “HBD!”). Sementara Nia, karena nggak dikasih info cukup, bikin poster promosi dengan tema: “Diskon Buku Horror! Datang atau Menyesal!”

Hasilnya? Hari-H jadi hari-hancur. Peserta kebingungan karena rundown-nya loncat-loncat kayak playlist shuffle. Dekorasinya bikin bingung, ini seminar atau ulang tahun anak SD. Promosinya malah bikin orang ngira ini launching novel misteri. Bahkan MC sempat bertanya, “Saya di acara yang benar, kan?”

Setelah kekacauan epik ini, ketiganya akhirnya insaf.

Mereka pun duduk bareng di kafe terdekat, sambil minum es kopi dan mengunyah keripik rasa andaliman, berdiskusi serius (dan sedikit nyinyir). Sari menjelaskan konsep acaranya, “Ini tuh seminar literasi, bukan ajang drama,” katanya sambil menyodorkan naskah rundown yang sudah direvisi tanpa adegan menangis. Dara langsung ganti dekorasi jadi elegan dan berkelas—tanpa balon, tanpa confetti. Nia pun merevisi promosi jadi sesuai tema: “Baca Buku, Biar Nggak Salah Paham Seperti Kami”.

Dan hasilnya? Acara sukses besar! Peserta terkesan, tamu undangan memuji, bahkan satu peserta bilang, “Saya kira ini bakal kacau, tapi ternyata panitianya solid juga… setelah ‘episode pilot’ yang kacau itu.”

Ketiganya pun belajar satu hal penting: kerja sama tim bukan soal siapa yang paling sibuk, tapi siapa yang bisa saling dukung tanpa saling jegal.

Seperti kata umpasa orang Batak:

“Rantosna do tajomna, rim ni tahi do gogona.”
Artinya: Hasil kerja tergantung pada bagaimana usaha itu dilakukan.

Atau kalau diterjemahkan ala millennial:

“Gagal itu manusiawi, tapi diskusi bikin happy ending.”

Penulis: Susi Mandataris Samosir, S.Sos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *